Flashfiction
Di Depan
Loket Bianglala
Lesatan mataku terhenti pada belasan pasang muda-mudi yang mengantre di
depan loket bianglala. Pilihan terbaik untuk menyibak pekatnya malam di taman
ini, kurasa.
Ah, fikiranku melambung. Membayangkan jika aku duduk di salah satu bangkunya,
menggenggam erat tangan kekasihku, lantas saling memeluk mengusir dingin yang
mulai mengusik dari ketinggian 175 kaki. How romantic!
Itu dia! Seseorang dengan rambut harajukunya. Sekitar lima meter dari
tempatku berpijak saat ini, kulihat Ibuku mengangguk menanggapi ocehannya.
Kupastikan ibuku telah salah menilainya. Dia mendekatiku, lantas melontarkan
kalimat yang kuyakini telah diucapkannya terlebih dahulu pada ibuku. Ya,
walaupun dengan sedikit bumbu modifikasi tentunya.
Aku berbisik tepat di cuping telinganya, pelan, dan kelam, “Berkencan
denganmu? Hah! Apa kau gila? Asal kau tahu, aku bukanlah wanita lesbian
sepertimu!”
Sedang asyik mengkhayalkan yang romantis tiba-tiba ada yang datang 'melamar' untuk kencan. hehehe.
BalasHapusoh iya, kalau tidak salah ingat, penulisan yang benar bukan 'fikiran' melainkan 'pikiran'. :D
sekian. semoga berkenan. :)
ditunggu kunjungannya ke stoples-cerita.blogspot.com
#promosidikit boleh ya? :P
wah, terimakasih sudah mampir dan mengingatkan :)
BalasHapuswah, terimakasih sudah mampir dan mengingatkan :)
BalasHapus