Flashfiction

Esok Kita Akan Menikah

Esok kita akan berdiri di sana. Kau akan berbalut gaun putih bertabur intan yang telah kau desain sendiri. Sedangkan aku, akan mengenakan kemeja putih dan jas hitam sederhana. Lalu, kau akan memamerkan senyuman terindahmu sembari menyalami kawan-kawanmu dengan cincin berlian yang melingkar di jari manismu.
“Aku harus mengambilnya,” pintamu malam itu.
Aku menatapmu nanar, “Tidak usah. Aku akan membelikannya lagi untukmu. Aku janji.”
Kau hanya diam. Membuang pandangamu ke deburan ombak yang menghadang. Bibirmu kau majukan. Cemberut.
Kau bilang berlian itu lambang kesempurnaan. Kau juga bilang jika aku meminangmu dengan sebuah cincin berlian, cinta kita akan sempurna abadi selamanya. Tapi aku tak pernah benar-benar menyetujui pendapatmu yang satu itu. Sampai saat ini pun.., masih begitu.
“Kau salah besar, Annete. Berlian bukanlah lambang kesempurnaan,” ratapku padamu.
Kini, matamu mengatup sempurna. Tubuhmu yang biasa kurengkuh, terbaring tak berdaya tepat di hadapanku. Berbagai peralatan medis pun turut menempel di beberapa bagian tubuhmu. Hawa dingin mulai menusuk tulang-tulangku, lalu.., menyebar ke aliran darahku. Ngilu.
“Bangunlah, Annete. Esok kita akan menikah,” ucapku lirih sembari melingkarkan cincin dari senar gitar di jari manismu, “Kau tahu, inilah lambang cinta yang sesungguhnya.” Aku mengecup keningmu, seiring dengan seutas garis horizontal yang menghiasi layar monitor detak jantungmu.



     
Tulungagung, 3 Januari 2015

Komentar

Postingan Populer